Rabu, 10 Februari 2016

Jagalah Lingkungan Untuk Keberlangsungan Hidupku Yang Akan Datang...




Judul diatas bisa saja merupakan gambaran pesan yang disampaikan oleh anak, cucu, uyut dan keturunan-keturunan kita selanjutnya jika melihat apa yang terjadi dengan lingkungan sekarang yang nantinya akan menjadi lingkungan tinggal mereka kelak.
Kesadaran manusia dalam menjaga lingkungan sangat sangat rendah. Ini yang menyebabkan lingkungan semakin tercemar dan banyak sekali sampah berserakkan baik sampah yang organik maupun sampah non organik. Yang sangat membuat miris sekarang ialah tingkat kepedulian manusia terhadap keberlangsungan ekosistem dan lingkungan untuk anak cucu nya begitu rendah. Manusia belum menyadari bahwa tindakan membuang sampah sembarangan, membuang sampah pada tempatnya maupun memungut sampah pada tempatnya masing-masing akan sangat berpengaruh untuk kehidupan selanjutnya.
Sesungguhnya tindakan diatas merupakan tindakan yang sederhana dan mungkin dapat dikatakan sepele namun apabila diabaikan akan memberikan dampak  serius untuk kehidupan selanjutnya. Mengapa demikian ? tindakan yang sederhana tersebut jika dilakukan berangsur-angsur dalam suatu daerah misalnya maka akan membawa kerugian yang tidak bisa dikatakan kecil. Seperti yang kita tahu sampah merupakan tempat bersarangnya nyamuk dan bakteri-bakteri penyebar virus penyakit. Jadi,  apabila lingkungan kita sudah tercemar sampah maka bukan tidak mungkin kita pun akan terjangkit berbagai penyakit seperti yang sekarang marak diberitakan di televisi. Ya demam berdarah, banyak sekali anak-anak dan orang dewasa dapat terkena penyakit ini bahkan sampai menyebabkan penderitanya meninggal dunia. 
Selain kesadaran akan kebersihan yang rendah manusia cenderung serakah dalam pengelolaan sumber daya alam. ini dibuktikan dengan fakta yang ada dilingkungan kita. Belum lama ini banyak berita-berita yang menghiasi layar televisi yakni tentang pembakaran hutan yang  bahasanya diperhalus menjadi kebakaran hutan. Pembakaran hutan ini tentu saja dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Pembakaran ini beralasan untuk pembukaan lahan baru yang akan digunakan untuk membangun pabrik-pabrik yang tentu saja akan berdampak buruk bagi lingkungan sekitar apalagi pembuangan limbah dari pabrik-pabrik yang telah berdiri megah dilakukan secara sembarangan dan merusak ekosistem sungai dan laut. 
 

Pada hakikatnya kita sebagai manusia harus menjaga lingkungan sekitar kita dan melestarikannya, karena sesungguhnya itu merupakan titipan dari anak cucu kita demi keberlangsungan hidup mereka yang akan datang. Saya teringat akan kata-kata dari salah satu dosen IPA saya beliau berkata “ tatkala pohon terakhir ditebang tatkala tumbuhan terakhir mati dan sungai tercemar disinilah uang tidak akan berguna lagi” saya mencerna kata-kata ini dan menarik kesimpulan bahwa itu benar. Beliau juga menuliskan kata-kata dalam bukunya yang membuat saya berpikir ulang untuk bersikap tidak peduli tehadap lingkungan yakni “Andaikan umat manusia punah dari muka bumi ini mungkin tidak akan terlalu berpengaruh terhadap kehidupan spesies mahluk hidup lain, tetapi jika tumbuhan dan hewan punah maka umat manusia pun akan ikut punah (Lily Barlia, Teori Pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup Disekolah Dasar ;2014)”.

Rabu, 09 Desember 2015

Nilai-Nilai Budaya ti Masarakat Indonesia



Kudu pengheuyeuk-heuyeuk lengeun paantay-antay

Kudu pangheuyeuk-heuyeuk lengeun paantay-antay teh pami basa indonesiana teh gotong royong. Gotong royong oge nyaeta mangrupakeun salah sahiji budaya ti masyarakat indonesia nu nyerminkeun kahijian sareng kakaluargian. Gotong royong teh diartikeun damel sasarengan kanggo ngawujudkeun hasil nu dipikahoyong.  Gotong royong teh asal kecapna ti gotong = damel, royong = sasarengan.
Gotong royong teh biasana dilakukeun ku masyarakat di padesaan sapertos ngalereskeun sareng ngabersihkeun jalan, ngebangun sareng ngalereskeun rorompok warga. Sedangkeun di masyarakat kota tiasa di tingali ti nu kerja bakti di RT/RW, disekolah sareng di kantor-kantor. Dinu kagiatan ieu masyarakat damel sasarengan teu ngarepkeun upah, kusabab kanggo kapentingan sasarengan. Tinu kagiatan ieu nimbulkeun rasa kabersamaan, kakaluargian, silih nulungan, kukitana tiasa ngabina rasa persatuan sareng kasatuan diantawis warga.
Gotong royong mangrupakeun salah sahiji ciri khas bangsa indonesia, kusabab gotong royong ieu teu bisa kapanggih di nagara sareng bangsa séjén. Roh gotong royong ieu disetir ku ide nu manusa teu hirup sorangan, manusa hirup di masarakat dina lingkungan sosial nu gumantung ka batur ku kituna manusa kudu ngajaga alus hubungan sareng nu séjénna tur kudu ngaluyukeun ka lingkungan.

Senin, 05 Oktober 2015

"DEKLARASI BANDUNG "INDONESIA MENUJU PENDIDIKAN INKLUSIF"



INDONESIA MENUJU PENDIDIKAN INKLUSIF
8-14 AGUSTUS 2004 DI BANDUNG, INDONESIA
DEKLARASI

Bahwasanya keberadaan anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya di Indonesia untuk mendapatkan kesamaan hak dalam berbicara, berpendapat, memperoleh pendidikan, kesejahteraan dan kesehatan, sebagaimana yang dijamin oleh UUD 1945; mendapatkan hak dan kewajiban secara penuh sebagai warga negara, sebagaimana tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948), diperjelas oleh Konvensi Hak Anak (1989), Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (1990), Peraturan Standar PBB tentang Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat (1993), Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi UNESCO (1994), Undang-undang Penyandang Kecacatan (1997), Kerangka Aksi Dakar (2000), Undang-undang RI Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003), dan Deklarasi Kongres Anak Internasional (2004). Seluruh dokumen tersebut memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya dalam memperoleh pendidikan yang bermutu dan berpartisipasi aktif dalam kehidupan masyarakat. Menyadari kondisi obyektif masyarakat Indonesia yang beragam, maka kami sepakat Menuju Pendidikan Inklusif. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka kami, peserta Lokakarya Nasional tentang Pendidikan Inklusif yang diselenggarakan di Bandung, Indonesia tanggal 8-14 Agustus 2004 menghimbau kepada pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industri serta masyarakat untuk dapat:
1.      Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya mendapatkan kesamaan akses dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial, kesejahteraan, keamanan, maupun bidang lainnya, sehingga menjadi generasi penerus yang handal.
2.      Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya, sebagai individu yang bermartabat, untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan potensi dan tuntutan masyarakat, tanpa perlakuan deskriminatif yang merugikan eksistensi kehidupannya baik secara fisik, psikologis, ekonomis, sosiologis, hukum, politis maupun kultural.
3.      Menyelenggarakan dan mengembangkan pengelolaan pendidikan inklusif yang ditunjang kerja sama yang sinergis dan produktif di antara para stakeholders, terutama pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industri, orang tua serta masyarakat.
4.      Menciptakan lingkungan yang mendukung bagi pemenuhan anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya, sehingga memungkinkan mereka dapat mengembangkan keunikan potensinya secara optimal.
5.      Menjamin kebebasan anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya untuk berinteraksi baik secara reaktif maupun proaktif dengan siapapun, kapanpun dan di lingkungan manapun, dengan meminimalkan hambatan.
6.      Mempromosikan dan mensosialisasikan layanan pendidikan inklusif melalui media masa, forum ilmiah, pendidikan dan pelatihan, dan lainnnya secara berkesinambungan.
7.      Menyusun Rencana Aksi (Action Plan) dan pendanaannya untuk pemenuhan aksesibilitas fisik dan non-fisik, layanan pendidikan yang berkualitas, kesehatan, rekreasi, kesejahteraan bagi semua anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya.
Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesungguhan dan tanggung jawab untuk Menuju Pendidikan Inklusif di Indonesia.


Bandung, 11 Agustus 2004



ANALISIS
Setiap negara wajib untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif di setiap tingkat pendidikan. Hal ini sudah disepakati bersama dalam kesepakatan internasional “ convention of the rights of person with disabilities and optional protocol” yang disahkan pada tahun 2007. Namun Indonesia sendiri sudah lebih dahulu mendeklarasikan pendidikan inklusi dengan diadakannya deklarasi bandung “Indonesia menuju pendidikan Inklusif” yang diselenggarakan pada tanggal 8-14 agustus 2004, secara rinci penyelenggaraan inklusi diatur dalam permendiknas No.70 tahun 2009. Program ini merupakan kelanjutan program pendidikan terpadu yang sesungguhnya pernah diluncurkan di Indonesia pada tahun 1980-an yang kurang berkembang.
Deklarasi Indonesia menuju Pendidikan inklusif ini dinyatakan oleh para peserta loka karya tentang Pendidikan Inklusif yang diselenggarakan di Bandung, Indonesia tanggal 8-14 Agustus 2004. Deklarasi ini memuat tentang himbauan tertulis yang menyatakan bahwa anak yang berkelainan dan anak yang berkebutuhan khusus berhak mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak-anak normal lainnya. Pernyataan ini diperkuat dengan adanya peratura-peraturan tertulis di dunia maupun di indonesia sendiri seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948), diperjelas oleh Konvensi Hak Anak (1989), Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (1990), Peraturan Standar PBB tentang Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat (1993), Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi UNESCO (1994), Undang-undang Penyandang Kecacatan (1997), Kerangka Aksi Dakar (2000), Undang-undang RI Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003), dan Deklarasi Kongres Anak Internasional (2004).
            pada hakikatnya Isi dari deklarasi bandung itu sendiri mengandung tujuan pendidikan inklusif yaitu untuk mengurangi krisis psikologi pada anak berkebutuhan khusus. Deklarasi bandung  merupakan himbauan kepada pihak-pihak terkait seperti pemerintah,institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industri serta masyarakat itu sendiri untuk dapat menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus untuk memiliki aspek kehidupan yang sama dengan anak-anak normal lainnya, ini artinya tidak ada perbedaan dari segi aspek kehidupan yang dijalani antara anak normal dan anak yang berkelainan atau berkebutuhan khusus. Sebagaimana pada poin ke-dua deklarasi ini juga menjamin bahwa setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus memiliki kesempatan yang seluas luasnya untuk mendapatkan pendidikan secara layak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya dan berusaha untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif pada semua peserta didik. keadilan akan persamaan hak untuk memperoleh pendidikan ini harus bisa dirasakan oleh anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus sehingga mereka dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri mereka.
Pada dasarnya setiap anak merupakan individu yang memiliki keunikan dan potensinya masing-masing tanpa terkecuali anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus sekalipun, maka dari itu pihak-pihak terkait wajib untuk menciptakan lingkungan yang mendukung agar keunikan dan potensi-potensi anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus yang tersembunyi dapat di optimalkan. Pandangan masyarakat terhadap perbedaan termasuk pada persoalan anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus harus diubah ke arah pandangan yang lebih positif, bahwa sesungguhnya perbedaan itu indah maka dari itu dibutuhkan adanya usaha yang harus dilakukan pihak-pihak terkait, usaha yang dapat dilakukan seperti mempromosikan dan mensosialisasikan layanan pendidikan inklusif melalui media masa, forum ilmiah, pendidikan dan pelatihan, dan lainnnya. Tujuan pendidikan iklusi sehebat apapun tanpa adanya strategi yang terencana maka tujuan tersebut mustahil untuk diwujudkan maka dari itu pemerintah dan pihak-pihak terkkait diwajibkan untuk dapat menyusun Rencana Aksi (Action Plan) dan pendanaannya untuk pemenuhan aksesibilitas fisik dan non-fisik, layanan pendidikan yang berkualitas, kesehatan, rekreasi, kesejahteraan bagi semua anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya.
            Deklarasi Bandung merupakan salah satu pelopor diadakannya pendidikan inklusif di indonesia, dokumen deklarasi bandung ini mengharapkan bahwa pendidikan inklusif di indonesia dapat berjalan dengan lancar dan terus berkembang dengan adanya kerjasama yang solid diantara pihak-pihak terkait. Kepedulian terhadap kelompok minoritas yang termargialkan adalah tanggung jawab kita semua.


Jumat, 25 September 2015

Masalah Bahasa Dalam Proses Pembelajaran Sains Di SD


 
Masalah Bahasa Dalam Proses Pembelajaran Sains Di SD
2.1  Konsep Pemikiran Anak tentang “Hewan dan Hidup” 
Kata “Hewan” banyak sekali digunakan di dalam buku-buku sains (biologi), termasuk juga di dalam proses belajar mengajar sains. Apabila anak-anak mempunyai kategori pemikiran atau pemahaman yang berbeda tentang istilah makhluk hidup yang sedang dibahas oleh guru, akan menyebabkan terjadinya suatu kelas yang mempunyai macam-macam konsepsi dan penafsiran tentang materi pelajaran diatas. Keheterogenan kensepsi itu dapat saja menjadi sangat jauh berbeda bagi murid-murid itu sendiri, maupun dari konsepsi yang dimaksudkan oleh guru. Keadaan seperti inilah yang merupakan suatu tantangan bagi guru sains untuk mengungkapkan penyebab terjadinya perbedaan pemahaman yang ada, dan sekaligus mencari cara penanggulangannya. Dengan menggunakan “Interview spontan”, pengalaman yang dijadikan dasar pemikiran alami anak yang berhubungan dengan konsep “Makhluk Hidup” bisa terbuka, misalnya pemahaman mereka tentang “Hewan”. Kalau kita telusuri lebih jauh, anak-anak mungkin hanya mengenal istilah “Hewan” sebagai binatang besar yang biasa dipelihara oleh orang tua atau tetangga mereka, seperti: kambing, kerbau, sapid an sebagainya, atau binatang-binatang lain yang dapat mereka temukan di kebun binatang. Biasanya anak-anak akan mengkategorikan suatu makhluk hidup itu termasuk hewan atau bukan hewan, berdasarkan:
  1. Jumlah kaki (hewan biasanya mempuyai empat kaki)
  2. Ukuran atau besarnya (hewan biasanya berukuran lebih besar)
  3. Tempat hidup (hewan biasanya hidup di darat dan di air)
  4. Penutup tubuh (kulit hewan biasanya berbulu)
  5. Suara (hewan biasanya dapat menghasilkan suara)
Selain yang mempunyai ciri-ciri di atas, anak taman kanak-kanak atau anak usia sekolah dasar  kelas rendah cenderung untuk tidak menganggapnya sebagai “hewan”. Disini terlihat bahwa pada dasarnya anak-anak masih mengartikan istilah “hewan”, sangat begitu terbatas.Mereka belum dapat berfikir secara komperhensif kalau serangga, mamalia, termasuk juga dirinya adalah golongan hewan. Apalagi sekarang banyak dijumpai kalimat-kalimat dalam bentuk larangan, seperti :”Hewan tidak diperkenankan dibawa masuk!” baik ke dalam toko  ataupun tempat-tempat umum lainnya. Hal ini juga sangat besar pengaruhnya terhadap makin terbatasnya pengertian istilah “hewan” di mata anak-anak.
Walaupun ahli-ahli sains telah menggolongkan manusia sebagai golongan hewan, namun di dalam kontek kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat dimasukan ke dalamnya.Contohnya, meskipun adanya kalimat larangan seperti disebutkan diatas, kita bebas keluar masuk dari satu toko ke toko lainnya atau dari suatu tempat umum ke tempat umum lainnya.
Dari hasil penelitian Stead (1980) yang difokuskan kepada penjajagan pemahaman anak-anak usia 5 – 10 tahun, tentang pengertian istilah “hidup” menghasilkan data yang sangat menarik sekaligus mengejutkan kita. Dari hasil interview spontan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa anak-anak usia taman kanak-kanak dan sekolah dasar masih menanggap kalau bergerak adalah ciri khas dari hidup sehubungan dengan makhluk hidup. Mereka menganggap, api, awan dan matahari adalah hidup, karena semuanya dapat bergerak. Sedangkan anak-anak yang lebih besar umumnya sudah mengetahui ciri-ciri makhluk hidup secara umum, namun mereka belum memahami penerapannya, sehingga penggunaannya pun masih jauh menyimpang dari  seharusnya, misalnya: api dan matahari semuanya dapat bergerak, bernafas, bereproduksi, dan mati itu merupakan sebagai ciri-ciri morfologi dan fisiologi makhluk hidup, tetapi anak-anak menafsirkan api sebagai makhluk hidup atas dasar:
  1. Api dapat memakan kayu atau bahan bakar lainnya (nutrisi/makan).
  2. Api dapat merambat ke tempat lain selagi ada yang akan dibakarnya (bergerak).
  3. Api memerlukan udara atau zat asam untuk menyala (reproduksi).
  4. Dan api dapat menghasilkan sisa pembakaran berupa abu (ekskresi), dan sebagainya.

Dari data-data itulah anak-anak menginterpretasikan api itu sebagai makhluk hidup, selain itu dengan adanya pernyataan-pernyataan di atas menujukan bahwa tingkat pemahaman anak-anak tentang pengertian istilah atau kata hidup sehubungan dengan makhluk hidup  masih simpang siur dan masih jauh berbeda dari pengertian istilah hidup sebenarnya di dalam konsep makhluk hidup. Apabila menanyakan: Apakah api, mobil yang sedang dihidupkan mesinnya, dan manusia termasuk makhluk hidup? Jawaban mereka akan lebih cenderung ke arah pengertian metaphor istilah atau kata makhluk hidup atau hidup itu sendiri, ketimbang dengan istilah-istilah itu menurut konteks sains. Di sini guru sains perlu mengetahui bahwa yang paling penting dalam proses belajar mengajar sains adalah “Bagaimana mengartikan suatu istilah atau kata berdasarkan kontek dimana istilah atau kata itu digunakan secara khusus”.

2.2  Pembentukan Suatau Pemahaman Yang Diharapkan Pada Anak

Seorang guru dalam menyuruh, bertanya, dan memberikan perintah kepada anak muridnya terkadang ia lupa bahwa perintah dan pertanyaannya belum tentu akan diartikan dan ditafsirkan sama oleh masing-masing anak muridnya. Disini anak-anak  memiliki tingkat pemikirannya sendiri-sendiri yang tentu nya tidak sama antara anak yang satu dengan anak yang lain. Hal ini juga tergantung dengan dasar pengetahuan anak yang dipunyai pada waktu itu.
Uraian diatas membuktikan bahwa faktor bahasa yang digunakan guru dan pemahaman anak-anak itu sendiri dalam menerima dan menafsirkan bahasa guru, besar sekali pengaruhnya.
Beberapa indikator situasi kelas yang disebabkan kegagalan guru dalam menggunakan bahasa sehingga kurang dapat dipahami oleh anak-anak muridnya:
a.       Sikap tidak ambil peduli dengan hal-hal yang dikatakan oleh guru
Situasi ini terjadi biasa nya ketika seorang guru berbicara saat menerangkan suatu materi tetapi terlalu didominasi oleh kata-kata asing yang anak-anak cenderung tidak mengenal kata-kata tersebut.dengann kata lain guru disini tidak berbicara menggunakan bahasa anak, hal ini menyebabkan anak-anak kurang bisa memahami apa yang dibicarakan oleh gurunya. Hal ini tentunya akan berdampak pada kegagalan anak dalam pemahaman anak dan pemikiran anak menjadi ngambang untuk akibat lebih jauhnya anak akan kehilangan konsentrasi terhadap pelajaran yang diberikan oleh guru. Jika hal tersebut terjadi maka anak-anak akan menuju atau mengambil sikap tidak ambil peduli dengan apa-apa yang dikatakan oleh guru mereka.
Keadaan seperti ini tentunya dapat dicegah dengan cara guru lebih menggunakan kata kata yang anak-anak mudah pahami dan mengerti, guru menggunakan “tehnik bahasa” seperti menuliskan kata-kata yang sukar dipahami anak-anak dipapan tulis, memperbanyak penggunaan alat-alat peraga .
b.      Kegaduhan kelas dalam konteks sains
Keadaan ini tejadi ketika guru bermaksud agar anak-anak bisa menggunakan
c.       Ketidakpedulian guru terhadap hal-hal yang dikatakan anak
Pendapat anak yang kurang dihargai atau tidak didengarkan oleh guru merupakan bentuk ketidak pedulian guru yang akan menyebabkan kurang terkontrolnya situasi kelas ini disebabkan karena anak didik akan merasa kurang enggan lagi untuk mengemukakan pendapat dan pertanyaan sehubungan dengan materi yang sedang dipelajarinya. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan tidak terwujudnya komunikasi dua arah dalam proses pembelajaran dan tidak tercapainya tujuan dari pemberian materi tersebut.
d.      Kesalahpahaman yang tidak diketahui
Kesalahpahaman ini merupakan kesalahpahaman didalam anak-anak mengartikan istilah-istilah yang dibicarakan oleh gurunya. Contohnya  “konsumer” didalam kontek ekonomi. Istilah konsumer dalam konteks sains merupakan mahluk hidup yang memakan mahluk hidup didalam rantai makanan, sedangkan dalam kontek ekonomi sebagai pemakai dari suatu hasil produksi pabrik. Dengan adanya hal ini menyebabkan konsep yang akan disampaikan  oleh guru sering diterjemahkan kedalam bahasa anak namun dengan pengertian yang berbeda. Keadaan ini kadang tidak diketahui oleh guru.
e.       Kesalahpahaman yang diketahui
Kesalahpahaman ini tejadi akibat kurangnya komunikasi guru dengan anak didiknya, karena dianggap mereka telah memahami apa-apa yang telah disampaikan atau diajarkan oleh guru nya. Kadang-kadang ank telah menyadari kesalahpahaman pengertian dari istilah yang diberikan oleh guru namun tidak jarang juga anak-anak masih tetap menggunakan istilah tersebut menurut pengetian yang selama ini mereka ketahui. Sehingga timbul kesalahpahaman yang diketahui.
f.       Pemakaian kata atau istilah yang sudah biasa digunakan
Pemakaian kata atau istilah yang sudah biasa digunakan juga dapat menimbulkan pengertian yang berbeda antara anak didik dan guru yang menyampaikannya. contohnya pada kata “membuat” . misalnya pada kalimat ibu membuat kue, dengan tumbuhan membuat makanannya sendiri dengan bantuan sinar matahari. Anak-anak terkadang akan menafsirkan kata membuat dalam dua kalimat tersebut sama padahal kata membuat disana berbeda pengertiannya.
2.3  Alternatif Pemecahan Masalah Sehubungan dengan Masalah Bahasa
Sekarang kita telah bisa menggaris bawahi beberapa masalah sehubungan dengan penggunaan bahasa di dalam proses belajar mengajar sains. Masalah-masalah tersebut timbul tidak hanya disebabkan oleh penggunaan bahasa sains yang pada umumnya kurang dapat dimengerti oleh tingkat pemikiran anak-anak, tetapi juga dapat disebabkan oleh penggunaan-penggunaan bahasa yang dapat menimbulkan interpretasi berbeda-beda bagi anak didik. Salah satu cara yang dianggap efektif untuk membantu anak didik di dalam memahami perbedaan-perbedaan arti atau makna dari suatu istilah atau kata-kata, adalah dengan membagi anak-anak menjadi beberapa kelompok kecil. Selanjutnya berikanlah kepada mereka satu set gambar-gambar binatang, atau lebih baik apabla lengkap dari mulai gambar cacing, serangga, ikan, reptil sampai ke binatang tingkat tinggi lainnya seperti mamalia, dan bisa juga dengan gambar-gambar tumbuhan selengkapnya dan atau bisa juga dengan gabungan keduanya. Suruhlah mereka untuk mengklasifikasikannya sesuai dengan kelompok makhluk-makhluk hidup itu, pengklasifikasian itu dilakukan melalui diskusi di dalam kelompok masing-masing.
Melalui kegiatan di atas, akan menarik minat anak-anak dan akan mengundang perdebatan yang cukup sengit, dimana masing-masing anak akan mempertahankan konsepsinya. Perlu diketahui bahwa hasil dari diskusi itu belum tentu akan mengarah kepada penemuan konsep yang diharapkan, misalnya konsep hewan, atau konsep tumbuhan yang sesuai dengan hasil pemikiran ahli sains. Yang paling penting dengan dilakukan diskusi itu, anak-anak akan mendapatkan pengalaman serta temuan baru, walaupun pada akhirnya gurulah yang akan memutuskan dan memberi kesimpulan dari hasil diskusi mereka. Keikut campuran guru di dalam memberikan putusan akhir berupa kesimpulan, dimaksudkan untuk meluruskan dan memberi jawaban konsep sains yang sebenarnya yang harus diterima oleh anak-anak. Tetapi, efek lebih jauh dari hal ini, anak-anak secara tidak langsung diarahkan oleh guru untuk cenderung menjadi anak-anak yang verbalisme pemikirannya di dalam sains. Dan, karenanya kita jarang sekali melihat mereka berbicara tentang konsepsinya sendiri melalui cara berpikir ilmiaih yang dilandasi oleh aktivitas ilmiah, padahal sebenarnya hal itu dituntut dari mereka. Selanjutnya, apabila terjadi perubahan pandangan pemikiran tentang konsep sains ke pemahaman konsep sains yang sebenarnya, itu merupakan suatu petunjuk yang sangat berharga bagi kita, bahwa mereka telah menyadari bahwa konsep pemikiran alami yang mereka pegang selama ini keliru. Selain itu, apabila mereka ingat sedikit saja tentang kegiatan diskusi tadi, dimana begitu banyak perbedaan pendapat dirinya dengan pendapat teman-temannya, anak-anak akan menyadari dan mengetahui bahwa sebenarnya begitu banyak interpretasi atau pendapat tentang suatu hal yang sama dari pendapat yang ada di dalam pemikirannya. Lebih jauh lagi, anak-anak akan mengetahui dari hasil diskusinya, termasuk atas bantuan gurunya di dalam memperoleh kesimpulan akhir , bahwa semua makhluk hidup itu dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu “hewan” dan “tumbuhan”, hal ini secara tidak langsung dapat menumbuhkan pengertian pemahaman anak tentang konsep “hewan dan tumbuhan”. Sehingga apabila anak menemukan suatu makhluk hidup, maka dia akan bisa memastikan kalau makhluk hdiup itu adalah tumbuhan atau sebaliknya. Dari kegiatan ini, kita sebagai guru secara tidak langsung sudah dapat membuktikan dan memberi pemahaman kepada anak didik bahwa sebenarnya terjadi perbedaan antara pengertian kata-kata yang digunakan di dalam sains dengan pengertian kata-kata di dalam kehidupan sehari-hari.
2.4   Bahasa dan Proses Belajar Anak
Dari beberapa masalah yang timbul pada anak-anak dengan digunakannya istilah-istilah atau kata-kata yang mempunyai arti atau makna yang berbeda berdasarkan kontek pemakaiannya (menurut kontek sains dan pemakaian sehari-hari), sekarang telah diketahui oleh kita sebagai guru sains, misalnya, ketika guru menggunakan istilah “konsumer” dan “produser”. Pendekatan yang sebaiknya digunakan oleh guru yang berhubungan dengan pengertian kata “konsumer” dan “produser” di dalam kontek biologi ialah dengan menitik beratkan bahwa konsumer dan produser mempunyai cara yang berbeda di dalam hal memperoleh energi (makanan). “konsumer”, misalnya adalah hewan yang memakan makhluk hidup lain sebagai sumber energi bagi dirinya, dan “produser” dilain pihak, adalah makhluk hidup yanng dapat mebuat makanan sendiri yang dalam hal ini adalah tumbuhan.
Pendekatan ini merupakan cara  umum yang sering digunakan untuk memecahkan perbedaan interpretasi dari istilah-istilah tersebut dilingkungan kelas. Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman anak-anak tentang pengertian istilah konsumer, dan makhluk hidup mana yang dapat dikategorikan ke dalamnya menurut konteks sains , perlu di adakannya tes di akhir pelajaran. Dari jawaban tes tersebut , guru dapat mengukur pemahaman mereka tentang kedua istilah tadi. Lain halnya, apabila guru bermaksud untuk mengetahui sampai dimana perubahan pemikiran mereka yang diperoleh sebagai hasil belajarnya, bisa dilakukan misalnya, dengan memperlihatkan gambar-gambar makhluk hidup (hewan dan tumbuhan), selanjutnya anak-anak disuruh untuk mengklasifikasikan gambar-gambar tersebut berdasarkan cara memperoleh energi atau makanannya. Namun di awal pelajaran, guru harus memberikan pre-tes dengan menggunakan gambar-gambar yang sama. Dan perbedaan jawaban yang diperoleh dari ke dua tes tersebut (pre-tes dan post-tes)menunjukkan arah pemahaman konsep yang dimaksud, yaitu perubahan pemahaman-pemahaman yang diperoleh dari hasil belajar.



DAFTAR PUSTAKA

Barlia, Lily.2014.Teori Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar. Subang.Royyan Press